Senin, 01 Agustus 2016

Ruang hampa dari yang tersisa


Kita tak menyadari sepenuhnya bahwa ruang dan waktu adalah dimensi yang selalu menjalin dalam kehidupan kita, dalam pikiran, emosi dan tingkah laku kita. Ruang dan waktu ibarat dua buah sisi logam yang saling melengkapi, bukan sebaliknya untuk diundi. Ruang bisa melebur bersama waktu, dan waktu bisa membawa pergi ruang dalam sejarah. Kita hanya entitas yang singgah dalam dimensi ruang dan kemudian waktu yang harus memisahkan kita. Waktu terus bergulir seperti bola yang terus mengeliding tanpa henti, meninggalkan kita dibelakang yang masih menyimpan kenangan dengan melekatkan jiwa kita pada ruang-ruang yang mulai usang.




Apa yang kemudian kita sebut dengan kemarin, bisa saja terulang tetapi mungkin dengan suasana dan lingkungan yang sudah berbeda dan berubah. Hanya kuasa Allah yang bisa mengembalikan masa yang telah dilewati, lengkap dengan ruang dan waktu yang sama. Sebagian masih ada dan eksis, sebagian lagi sudah luruh dan terbangun yang baru, atau bahkan telah tiada sama sekali. Garis sejarah tak pernah linear, ada gerakan-gerakan acak yang memungkinkan sesuatu kembali terulang. Dari lorong, selasar hingga ruangan menyimpan kosmos sejarah yang tersimpan dalam ingatan. Sayangnya begitu ingatan memudar dan mati menghilang, lantas hanya tersimpan dalam byte dan byte digital atau ditulisan-tulisan hening tanpa pembaca. Kita tak bisa membawanya utuh, hanya terbawa dalam larik-larik puisi, serpihan-serpihan ingatan dan bab-bab yang tidak pernah tertulis lagi.






Hidup memang tak seperti drama yang skenarionya sudah digengaman dan material visualnya sudah diatur, beserta dengan durasi yang telah ditentukan. Tidak seperti itu, hidup tidak demikian di-setting. Tetapi begitu menjadi misterius ketika ruang dan waktu mengacak kita akan berdiri di mana, duduk di mana dan berbaring di mana, lalu menyendiri, bertemu dengan siapa, berkumpul dengan siapa, serta kapan semua itu terjadi. Hidup itu seperti air di sungai dari hulu, mengalir dalam genangan dan berdiam lama dalam kubangan, kemudian terus mengalir pelan hingga deras dalam arus dingin dan panas, berkumpul menjadi lebih deras hingga di ujung tanah, menjadi lebih deras dalam ketinggian terjun hingga mengular pelan dan berakhir di muara lautan samudera.








Kenangan semakin tak ternilai, ketika telah melewati setiap dasawarsa, tak pernah ada yang melewati angka lebih dari sepuluh dasawarsa. Hanya sejarah yang bisa tertulis dan didaur ulang menjadi milestone tentang hidup dan kehidupan ini yang akan ditengok oleh generasi mendatang, tak perlu dipaksakan karena zaman telah berubah, romantisme hidup setiap manusia tak pernah sama. Kalaupun ada yang sama itu hanya terjadi di ruang dan waktu yang berbeda.(*)


Kupang, 01 Agustus 2016
daonlontar.blogspot.com
comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;