Ketika berada di Kota Waingapu, saya
berkesempatan jalan-jalan di Pasar Matawai, yang masih
semrawut karena masih menunggu rehabilitasi pasar yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Menariknya saya menyinggahi salah satu lapak pedagang kaki lima yang
mengelar dagangan cenderamata benda seni dan budaya khas Sumba, diantaranya saya melihat kerajinan tulang,
logam hingga tenun ikat. Berbagai soevenir ini ditawar dengan harga yang termurah puluhan ribu hingga ratusan ribu
rupiah, tergantung kerumitan benda yang dibuat hingga nilai intrinsik dan ekstrinsiknya atau juga karena keantikannya.
Jika punya kesempatan berkunjung ke Pulau Sumba, jangan lupa membeli
oleh-oleh kacang sumba, itulah pesan teman-teman jika hendak pergi ke Pulau
Sumba. Pulau Sumba yang dikenal sebagai destinasi wisata lokal dan internasional
ini memang menarik untuk dikunjungi, selain karena panorama alam dan khazanah
budayanya, para wisatawan juga dapat membeli berbagai benda seni dan budaya
yang banyak ditemukan dari pasar tradisional hingga art shop, yang juga menarik
adalah oleh-oleh peganan khas dari Pulau Sumba. Salah satu yang sering di cari
adalah kacang sumba dan terutama kacang mete, atau juga biasa disebut dengan
kacang mede atau kacang mente, yang merupakan hasil bumi Pulau Sumba. Kacang
mete berasal dari jambu monyet (cashew)
yang diambil bijinya, dikeringkan dan kemudian digoreng dan dapat langsung dimakan.
photo: http://jinu7.com
Ini adalah postingan ke seratus dari blog yang saya kelola. Sudah saya
sangka sebelumnya bahwa saya akan mencapai angka demikian dari tekad harus keep moving
dalam memposting berbagai tulisan baru di blog ini, walaupun berusaha dengan meluangkan
sedikit waktu dari kesibukan pekerjaan yang ada. Alhasil saya telah sampai pada
postingan yang ke seratus. Ini tentu akan memberi pengharapan bahwa blog yang
saya kelola akan berkembang menjadi lebih baik lagi, karena disinilah saya mulai belajar menulis, belajar merangkai kata, belajar
menyampaikan gagasan dan ide, belajar berbagi pengetahuan dan informasi, belajar menerima kesalahan dan lain sebagainya.
Sebuah buku tentang khazanah sejarah
Kota Kupang berjudul “Koepang Tempo Doeloe”, setidaknya menambah deretan buku-buku sejarah yang masih sedikit tentang keberadaan kota Kupang dalam skala lokal
hingga nasional. Buku yang menambah referensi tentang Kota Kupang ini, tentunya menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi
masyarakat Kota Kupang yang merindukan dan ingin kembali menemukan unsur heritage
pembangunan Kota Kupang dari masa ke masa, dan dibawakannya ke hadapan pembaca sebagai bacaan
alternatif kilasan sejarah dengan nuansa yang baru dan sedikit berbeda. Salah
satunya adalah dengan menguatkan kajian dengan menambah unsur folklore atau cerita rakyat yang
berkaitan dengan migrasi komunitas yang semula berasal dari sejarah penceritaan
(oral history).
Langganan:
Postingan (Atom)
My Facebook
Catatan....!!!
Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!