Jumat, 28 Agustus 2015

Festival Seni Budaya 17 Kecamatan Flores Timur, catatan kecil

Sumber foto: Benediktus Bereng Lanan

Ketika sedang berada di Kota Larantuka, Flores Timur dalam rangka urusan dinas. Sebuah kebetulan di dekat dengan hotel tempat menginap atau taman kota, sedang dilangsungkan Pentas Seni dan Budaya Flores Timur yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur. Walau tidak mengikuti sepenuhnya saya memiliki gambaran tentang pelaksanaan, proses dan hasil yang didapatkan dari event tersebut. Setiap kecamatan memiliki konsep yang sepertinya dari tahun ke tahun mengambil tema yang sama berdasarkan cerita rakyat turun temurun dalam masyarakat kebudayaan Lamaholot seperti mistisme, tradisi leluhur, tanaman pangan, toponimi, hikayat dan lagenda, asal usul nenek moyang, suka cita dalam panen, perang tanding dan lain sebagainya yang dikemas dalam seni tarian, nyanyian, teater dan drama. Sebenarnya dalam gagasan, kebudayaan di Flores Timur memiliki kebudayaan maritim yang kuat karena terdiri dari Flores daratan, Pulau Adonara dan Pulau Solor. Namun representase dari semua pertujukan kurang menempatkan laut sebagai ruang kebudayaan. Justru semangat darat yang terlihat yang didominasi hasil kebudayaan bercocok tanam berupa pertanian hingga alat-alat perang.

Pentas kebudayaan ini memperlihatkan kekayaan daerah yang terus dipertahanakan demi menjaga tradisi itu agar tidak punah. Kebudayaan juga menunjukan dua sisi yaitu perdamaian dan perang. Banyak kecamatan yang mempertunjukan tarian perang dengan membawa senjata tajam asli berupa parang dan tombak, menampilkan tarian-tarian heroik menjunjung pedang terhunus menghujam ke atas, dilatari pekik suara keberanian dan juga aksi menyeret parang di lantai hingga mengeluarkan percik api. Walau sangat berbahaya namun hal ini dianggap biasa saja. Dari kebudayaan ini setidaknya mengambarkan bahwa masa lalu kebudayaan Flores Timur pernah diwarnai kekerasan, adanya perasaan curiga dan kewaspadaan tinggi. Kini di masa damai, budaya itu hanya menjadi milestone pengingat masa lalu, sehingga diharapkan tidak lagi menyulut konflik di masa kini. Namun di sisi lain banyak kecamatan juga memhadirkan tema kebudayaan secara soft, tari-tarian lembut tentang semangat membangun kehidupan keluarga dan masyarakat yang terlihat dalam kehidupan di ladang pertanian. Selain itu ada juga kecamatan yang memperlihatkan persilangan kebudayaan dengan kebudayaan lain, telihat dalam aksen agama, busana, nyanyian, lagu dan tarian. Kesenian yang telah menjadi kebudayaan daerah dengan berbagai pesan moralnya, sehingga menunjukan keseluruhan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Lamaholot.

Dari kegiatan yang digelar selama dua malam ini. Kabarnya telah dilaksanakan secara rutin tahunan dengan memberikan piala secara bergilir dapat memupuk semangat mencintai seni dan kebudayaan sendiri. Diharapkan juga dapat menghidupkan peran dan perhatian pemerintah terhadap perkembangan sanggar-sanggar seni yang ada di Kabupaten Flores Timur. Belum lagi kepesertaan yang melibatkan segala usia dari yang muda hingga yang sudah uzur, seakan memberikan rantai estafet kebudayaan yang tidak putus. Untuk terus mengembangkan potensi pertunjukan agar semakin terlatih dan profesional dan dapat meningkatkan perkembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Flores Timur dan Nusa Tenggara Timur umumnya.

Datang bukan sebagai peserta atau undangan, hanya sebagai orang yang kebetulan lalu lalang di depan tempat berlangsungnya kegiatan, saya memiki beberapa catatan. Pertama, Kegiatan ini tidak terlalu memancing perhatian warga Kota Larantuka, keramaian hanya sebatas kehadiran perwakilan peserta dari kecamatan-kecamatan. Barangkali disebabkan oleh minimnya sosialisasi oleh pelaksana kegiatan, padahal kegiatan ini seharusnya bisa menjadi hiburan massal bagi warga kota kabupaten. Kedua, kegiatan ini terkesan hanya sebagai lomba semata, padahal ada banyak peluang yang dapat dilakukan, seperti untuk meningkatkan daya tarik wisata. Kegiatan ini seharusnya diadakan bersamaan dengan kelender wisata lainnya di Kota Larantuka. Dengan maksud dapat menambah hari menginapnya para wisatawan yang secara tidak langsung meningkatkan sektor pariwisata melalui pertumbuhan lapangan usaha di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sebagai tolok ukur pertumbuhan ekonomi kota, berdasarkan kenaikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Flores Timur. Disayangkan kegiatan yang sudah dikemas secara apik ini, tidak menghadirkan wisatawan lokal dan mancanegara. Mereka seharusnya diundang melalui promosi budaya dan diberikan tempat terhormat sehingga  dapat  menjadi promotor bagi daerah dan negaranya. Demikian catatan kecil dari event kebudayaan yang dilaksanakan di Kota Larantuka dan membedah opportunity cost dari kegiatan tersebut, untuk perbaikan pelaksanaan di masa yang akan datang. (*)

Larantuka, 27-28 Agustus 2015
©daonlontar.blogspot.com

comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;