Kamis, 16 Oktober 2014

Pi Maso Minta



Salah satu peristiwa penting sebelum pernikahan adalah ketika sang pria mengajukan lamaran untuk meminang seorang gadis yang dicintainya. Permintaan ini disampaikan kepada orang tua atau wali sang gadis, baik secara langsung maupun diwakili oleh wali sang pria. Dalam lamaran ini keputusan ada di pihak si gadis dan keluarganya, jadi bukanlah sesuatu yang harus dipaksanakan. Bilamana dicapai kesepakatan maka langkah selanjutnya adalah melangsungkan pernikahan. Melamar dalam tradisi yang lebih universal, dimaksudkan sebagai cara untuk menyampaikan maksud dan saling mengenal antara calon suami dan istri beserta keluarga masing-masing. Tak jarang dalam kesempatan ini juga mengukur kepribadian masing-masing agar dapat memahami satu sama lain untuk menuju mahligai rumah tangga yang bahagia melalui perkawinan.

Dalam Budaya di Nusa Tenggara Timur, melamar disebut dengan istilah “maso minta”. Istilah yang sama juga di pakai di Maluku dan Sulawesi Utara, yang diartikan secara harafiah yaitu keluarga pria datang bertamu di kediaman keluarga perempuan (maso), dengan maksud untuk meminta kesediaan perempuan untuk dipinang (minta), dan sekaligus meminta keluarga perempuan untuk meluluskan keinginan tersebut. Hampir semua peradaban mengenal proses ini, yang menempatkan perkawinan sebagai simbol kebudayaan. Lamaran menempatkan kehormatan seorang perempuan yang dilakukan melalui kebiasaan setempat yang mewarisi nilai-nilai luhur sejak dahulu kala. Dengan demikian manusia hidup berpasangan dipertalikan dalam simbol budaya, sehingga manusia menjadi subjek sesungguhnya untuk menjadikannnya dirinya  lebih beradab dan bermartabat. 

Sebagaimana melamar atau meminang sudah melekat dengan adat dan tradisi setempat, namun masih memiliki corak kesamaan di berbagai tempat. Seperti penentuan jumlah uang sebagai mas kawin (belis), seserahan yang dibawa pihak pria hingga cincin tunangan dan juga satu hal yaitu dalam proses lamaran sang gadis tidak boleh menampakan diri. Demikian juga dengan menetapkan waktu terbaik dalam pernikahan dan serta memberi beberapa nasihat persiapan membangun rumah tangga. Sementara itu jumlah uang belis ditentukan oleh keluarga yang dilamar, dengan menetapkan besaran jumlah uang yang harus diserahkan sebagai mahar atau mas kawin. Di Ende Flores misalnya, dalam tradisi belis juga disebut sebagai “uang belanja” untuk persiapan pelaksanaan pesta. Sedangkan seserahan dapat berupa kebutuhan perlengkapan perempuan mulai dari pakaian adat, sepatu hingga pakaian dalam. Sejumlah bingkisan yang berisi beberapa jenis kue, buah-buahan dan sirih pinang. Kue, buah-buahan dan sirih pinang yang dihantar pada pelaksanaan acara lamaran, biasanya menjadi rebutan ibu-ibu untuk dibawa pulang dan diberikan kepada anak gadisnya, sebagai cara untuk mempercepat jodoh. Pada pelaksanaan lamaran dihadiri oleh semua orang yang berkepentingan dari keluarga perempuan, tetua adat, tokoh agama, tokoh pemuda, pengurus mesjid dan aparat pemerintah paling bawah yaitu RT dan RW.

Lamaran adalah bentuk budaya yang tumbuh dalam ranah egaliter yang menempatkan peran dan partisipasi komunal masyarakat, sehingga tentunya proses ini melibatkan lembaga adat disamping saat perkawinan nantinya, lembaga negara yang hadir melalui administrasi perkawinan. Jauh dari kesan tertutup, lamaran harus dilakukan dan perkawinan harus dirayakan. (*)

Ende, 16 Oktober 2014
©daonlontar.blogspot.com


comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;