Jumat, 27 Juni 2014

Menjadi Mempelai Perempuan


“Ketika seorang perempuan memutuskan menikah, Ia akan mengecewakan banyak lelaki hanya untuk dikecewakan oleh seorang lelaki.” (Helen Rowland)

Kutipan di atas, jika diajukan kepada seseorang perempuan, Ia akan menolaknya. Namun jika dilihat dari substansi pernyataan tersebut, mereka seharusnya mengakui bahwa ada hati para lelaki yang harus dikecewakan, ketika mereka telah memutuskan menikah dengan seseorang yang menjadi pilihan. Para perempuan hanya menolak jika mereka akan dikecewakan. Setiap insan punya ekspetasi yang cerah terhadap masa depannya, kita membentuk harapan bagai sebuah garis yang linear, namun nyatanya kadang garis itu bergerak acak. Dalam konteks sebuah hubungan personal misalnya, selalu ada konsekuensi yang harus diterima, dilanjutkan atau berhenti begitu saja, menjadi dimiliki atau tidak memiliki! Entah dalam perjalanannya kebahagiaan dan kekecewaan senantiasa dipisahkan oleh jarak yang tak jauh.

Siapa yang tak menginginkan kebahagiaan, tentu semua akan mendambakan kebahagiaan sebagai bagian kesempurnaan yang harus dikejar untuk menuju perjalanan kehidupan yang lebih paripurna. Diantaranya ada yang diuntungkan takdir kebahagiaan dengan mengabaikan ikhtiar atau sebaliknya ada juga menolak takdir dengan terus melipatgandakan ikhtiar untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun siapa juga yang tak bisa menghindari kekecewaan. Kekecewaan mungkin akan datang, kita sebagai yang dikecewakan atau kita yang akan mengecewakan. Bukankah perempuan menikah untuk mendapatkan kebahagiaan! Tak ingin melukai perasaan orang lain dan juga tak ingin kelak dilukai perasaannya.   




Sesungguhnya atau lebih tepat seharusnya, ekspresi kebahagiaan perempuan yang telah memutuskan menikah, dapat melunakan jiwa para lelaki yang pernah dikecewakannya. Karena di saat bersamaan jiwa para lelaki yang pernah dikecewakan akan berdoa, bahwa lelaki yang membahagiakan perempuan yang pernah dicintainya, tak akan pernah dan tak akan pernah mengecewakan perempuan yang selalu mereka banggakan. Bukan hanya perempuan, ruang yang sama diberikan juga kepada para lelaki dengan membalikan kalimat pernyataan seperti di atas “Ketika seorang lelaki memutuskan menikah, Ia akan mengecewakan banyak perempuan hanya untuk dikecewakan oleh seorang perempuan”. Tampaknya tak perlu kita mendiskusikan hal ini, karena perasaan jiwa dua entitas manusia tak jauh berbeda. 

Sulit mengakhiri tulisan ini, tanpa bisa memadatkan secara berlahan lembaran demi lembaran, lapisan demi lapisan hikmah imajiner dan menggulungkannya menjadi bola makna untuk kemudian digelindingkan membentuk alur yang mudah diresapi dalam batin.

“Pernikahan itu seperti semangka, engkau hanya akan tahu bagaimana isinya setelah kau memotongnya.” (Pepatah Mesir) (*)

Pagi hari - Kupang, 27 Juni 2014
©daonlontar.blogspot.com

comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;